Call Proposal Hibah 

Untuk CSO di Jambi, Sumatera Barat dan Bengkulu

 Memperkuat Peran Masyarakat Sipil dalam Implementasi Perhutanan Sosial dan Tata Kelola Hutan Berkelanjutan di Provinsi : Jambi, Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu 2025

Tahun 2025

KKI Warsi, melalui Warsi Grant Management, sebagai lembaga perantara pendanaan, membuka peluang bagi mitra di Provinsi Jambi, Sumatera Barat, dan Bengkulu untuk mengirimkan proposal kegiatan. Tujuannya adalah Memperkuat Peran Masyarakat Sipil dalam Implementasi Perhutanan Sosial dan Tata Kelola Hutan Berkelanjutan di Provinsi : Jambi, Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu 2025

“Hibah ini didukung oleh Uni Eropa melalui program ‘CSOs Standing Shoulder to Shoulder in Defense of Forest Livelihoods,’ konsorsium KKI WARSI bersama WALHI,  Aksi!, dan IUCN NL

Pendahuluan

Kebijakan Perhutanan Sosial (PS) merupakan salah satu upaya strategis Pemerintah Indonesia untuk mengatasi ketimpangan penguasaan lahan, konflik tenurial, dan degradasi sumber daya hutan yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Melalui Perhutanan Sosial, negara memberikan akses legal kepada masyarakat untuk mengelola kawasan hutan secara lestari dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan, menjaga fungsi ekologis, dan memperkuat kemandirian sosial-ekonomi komunitas di sekitar hutan.

Di Pulau Sumatera yang menyumbang sekitar seperempat total tutupan hutan Indonesia, tantangan implementasi Perhutanan Sosial sangat kompleks. Deforestasi akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit, pertambangan, dan alih fungsi lahan terus terjadi, sementara konflik tenurial antara masyarakat, perusahaan, dan negara masih sering muncul. Dalam situasi ini, Perhutanan Sosial menjadi instrumen penting untuk membangun kembali hubungan yang berkeadilan antara manusia dan hutan, serta memperkuat partisipasi masyarakat dalam tata kelola sumber daya alam.

Meskipun berbagai kebijakan dan peraturan telah dikeluarkan, termasuk PermenLHK No. 9 Tahun 2021 dan Perpres No. 28 Tahun 2023, proses recognisi atau pengakuan wilayah kelola masyarakat masih menghadapi hambatan besar. Banyak komunitas lokal dan masyarakat hukum adat di Sumatera yang telah mengelola kawasan hutan secara turun-temurun, tetapi belum memperoleh rekognisi legal dari negara. Tanpa pengakuan hukum, mereka tidak memiliki kepastian atas wilayah kelola, sulit mengakses bantuan teknis maupun pendanaan, dan rentan terhadap konflik serta kriminalisasi.

Proses pengajuan izin PS sering kali berlarut-larut karena keterbatasan kapasitas masyarakat dalam melakukan pemetaan partisipatif, penyusunan dokumen sosial-ekonomi, atau memenuhi persyaratan administratif lainnya. Di tingkat daerah, dukungan teknis dan pendampingan dari lembaga fasilitator juga masih minim. Akibatnya, banyak usulan masyarakat berhenti pada tahap pengumpulan data tanpa berlanjut menjadi izin yang sah.

Kesenjangan ini menciptakan “void of recognition”, ruang kebijakan yang menjanjikan akses kelola, namun tidak diikuti mekanisme yang efektif untuk mencapainya. Padahal, proses recognisi bukan sekadar langkah administratif, tetapi juga merupakan bentuk keadilan ekologis: pengakuan terhadap sejarah, pengetahuan lokal, dan kontribusi masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan.

Dukungan terhadap tahap pra-izin menjadi sangat penting untuk mempercepat legalisasi wilayah kelola, mencegah konflik lahan, dan membuka akses ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan.

Di sisi lain, bagi kelompok masyarakat yang telah memperoleh izin Perhutanan Sosial, tantangan tidak berhenti pada keluarnya SK legalitas. Banyak Lembaga Pengelola Perhutanan Sosial dan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) masih menghadapi keterbatasan dalam aspek kelembagaan, manajemen usaha, dan tata kelola keuangan. Sebagian belum memiliki perencanaan jangka panjang yang matang, belum mengembangkan usaha berbasis hasil hutan bukan kayu (HHBK) atau ekowisata, serta belum mampu mengakses pasar dan pembiayaan.

Kondisi ini menunjukkan bahwa rekognisi belum otomatis berarti keberdayaan. Legalitas baru menjadi awal, bukan akhir dari perjuangan masyarakat untuk mencapai kemandirian ekonomi dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Diperlukan pendampingan berkelanjutan, peningkatan kapasitas teknis, dan dukungan akses pembiayaan yang memungkinkan masyarakat mengembangkan potensi sumber daya hutannya secara lestari.

Pada tingkat tata kelola, Kelompok Kerja (POKJA) Perhutanan Sosial di tingkat provinsi dan kabupaten merupakan simpul koordinasi multipihak yang sangat strategis. Namun, dalam praktiknya, POKJA PPS belum seluruhnya berfungsi optimal.

Banyak POKJA PPS masih menghadapi keterbatasan sumber daya, belum memiliki rencana kerja yang kuat, serta kurang aktif dalam memfasilitasi proses percepatan izin maupun monitoring pasca izin. Di sisi lain, keberadaan POKJA yang efektif dapat mempercepat penyelesaian konflik tenurial, memastikan sinergi antar-instansi, dan memperkuat integrasi program lintas sektor di bidang kehutanan, lingkungan, dan pembangunan daerah.

Dalam konteks ini, organisasi masyarakat sipil (CSO) memegang peran penting bukan hanya sebagai pendamping masyarakat, tetapi juga sebagai aktor yang mengontrol dan mempengaruhi kebijakan (policy influencer). CSO berperan dalam mengumpulkan pembuktian dan pembelajaran dari praktik pengelolaan hutan oleh masyarakat—termasuk capaian, tantangan, dan inovasi di tingkat tapak—yang kemudian digunakan untuk mendorong perbaikan kebijakan dan program PS di berbagai tingkatan. Dengan posisi ini, CSO tidak sekadar mendukung pelaksanaan PS, tetapi menjadi penjaga akuntabilitas publik, memastikan kebijakan berjalan sesuai prinsip keadilan sosial, ekologis, dan keberlanjutan.

Namun, banyak CSO lokal masih menghadapi keterbatasan sumber daya manusia dan finansial untuk menjalankan fungsi kontrol dan pembelajaran kebijakan secara konsisten. Merespons kebutuhan tersebut, Pengelolaan Hibah KKI Warsi (Warsi Grant Management – WGM) hadir sebagai platform yang dirancang untuk memperkuat kapasitas CSO dan CBO dalam menjalankan fungsi strategisnya. Melalui mekanisme hibah, pendampingan teknis, dan penguatan jejaring, WGM tidak hanya menyalurkan dukungan pendanaan, tetapi juga memperkuat peran kritis CSO sebagai mitra kontrol dan penggerak transformasi kebijakan PS menuju pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Merespons kebutuhan tersebut, Pengelolaan Hibah KKI Warsi (Warsi Grant Management – WGM) hadir sebagai platform yang dirancang untuk memfasilitasi pengelolaan hibah kepada CSO dan CBO. WGM memainkan peran penting dalam menyalurkan dana hibah untuk mendukung inisiatif program strategis yang selaras dengan visi pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Melalui platform ini, KKI Warsi dan konsorsium berperan sebagai lembaga perantara yang tidak hanya menyediakan pendanaan tetapi juga menawarkan dukungan penguatan kapasitas (capacity building) dan memperluas jaringan (networking) bagi lembaga mitra.

Hibah ini didukung oleh Uni Eropa melalui program “CSOs Standing Shoulder to Shoulder in Defense of Forest Livelihoods” sebagai skema FSTP (Financial Support Third Parties), untuk memperkuat kapasitas organisasi masyarakat sipil (CSO) dalam demokrasi dan pembangunan berkelanjutan. Dukungan Uni Eropa tidak hanya berfokus pada aspek finansial, tetapi juga pada peningkatan kemampuan CSO dalam mengembangkan program-program inovatif yang dapat memperkuat partisipasi masyarakat dan akuntabilitas dalam tata kelola lingkungan. Ini merupakan upaya penting dalam memastikan bahwa CSO berperan lebih efektif dalam memajukan agenda keberlanjutan, baik di tingkat lokal maupun nasional.

Dalam panggilan hibah yang sedang berlangsung, KKI Warsi membuka kesempatan bagi CSO di tiga provinsi, yaitu Jambi, Sumatera Barat, dan Bengkulu, untuk mengajukan proposal pendanaan. Inisiatif ini diharapkan mampu mendukung upaya pengelolaan sumber daya alam berbasis sosial yang berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat setempat.

Dengan dukungan finansial dan teknis dari WGM serta Uni Eropa, lembaga mitra dapat melaksanakan program-program yang dirancang untuk menjaga keseimbangan antara kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Program-program yang didukung diharapkan memberikan dampak yang signifikan dalam pengelolaan hutan dan sumber daya alam lainnya, baik dalam jangka pendek maupun panjang, serta memperkuat kolaborasi antara pemangku kepentingan di tingkat lokal, nasional, dan internasional.

Tujuan

Panggilan Hibah ini bertujuan untuk memperkuat kepemimpinan dan kapasitas organisasi masyarakat sipil (CSO) di Sumatera dalam mengakselerasi implementasi kebijakan Perhutanan Sosial sebagai bagian dari misi konsorsium dalam membangun tata kelola sumber daya alam yang inklusif, transparan, dan berkeadilan ekologis. Melalui hibah ini, konsorsium berupaya memperluas ruang gerak masyarakat sipil agar mampu mengisi kesenjangan antara kebijakan dan praktik di lapangan, khususnya pada tahap recognisi wilayah kelola masyarakat, penguatan kelembagaan pasca izin, dan sinkronisasi kebijakan lintas sektor. Hibah ini mendorong terbangunnya ekosistem pendampingan yang kolaboratif, di mana CSO, komunitas/masyarakat, pemerintah daerah, dan lembaga multipihak bekerja bersama untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan berkeadilan sosial. Secara lebih luas, hibah ini menjadi wahana bagi konsorsium untuk memastikan bahwa transformasi menuju keberlanjutan tidak berhenti pada aspek teknokratis, melainkan menjadi gerakan sosial yang menempatkan masyarakat sebagai aktor utama perubahan di lanskap hutan Sumatera.

Lembaga Mitra Pengusul

  • Dalam panggilan hibah kali ini kriteria lembaga mitra yang dapat mengajukan pendanaan hanya ditujukan kepada Organisasi Masyarakat Sipil – Civil Society Organizations (CSO) lokal berbadan hukum berbentuk Yayasan maupun Perkumpulan yang berdomisili di Provinsi Jambi, Sumatera Barat dan Bengkulu.
  • Bergerak dalam isu pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan, pemberdayaan mesyarakat di dalam dan sekitar hutan, pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM), dan/atau CSO yang bergerak pada upaya dan inisiatif untuk melibatkan peran dan partisipasi aktif masyarakat adat dan komunitas lokal (IPLC), Kelompok Perempuan dan pemuda dalam menghadapi perubahan iklim, yang visi – misi serta tujuan organisasinya sejalan dengan tujuan kebijakan penyaluran dana hibah yang akan disalurkan.

Sasaran

  1. Penguatan Peran CSO dalam Pembangunan Berkelanjutan : Mendukung CSO dalam memperkuat kapasitas mereka sebagai aktor kunci dalam pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam pelestarian lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam berbasis komunitas.
  2. Memperkuat Akses Legal: Memfasilitasi dan mendukung masyarakat adat serta komunitas lokal (IPLC) dalam memperoleh hak pengelolaan hutan melalui skema izin perhutanan sosial, dengan bimbingan dari CSO.
  3. Peningkatan Kapasitas CSO Lokal: Meningkatkan kapasitas manajerial, teknis, dan advokasi CSO lokal dalam menjalankan program perhutanan sosial dan memastikan keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam.
  4. Peningkatan Kapasitas Ekonomi dan Konservasi: Menguatkan kapasitas kelompok perhutanan sosial yang didampingi oleh CSO dalam pengelolaan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan pengembangan mata pencaharian berkelanjutan
  5. Partisipasi Inklusif: Mendorong keterlibatan aktif perempuan dan pemuda dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan melalui perhutanan sosial, dengan peran pendampingan dari CSO.
  6. Pengarusutamaan PHBM: Mengadvokasi penerapan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) sebagai instrumen utama dalam kebijakan publik di berbagai level pemerintahan, dengan dukungan advokasi CSO.

Sasaran

Secara khusus, hibah ini berupaya menjawab kesenjangan antara rekognisi legal dan keberlanjutan pengelolaan di tingkat tapak, dengan fokus pada:1. Memperkuat kapasitas kelembagaan pengelola hutan di tahap pasca izin agar mampu mengelola kawasan dan sumber daya secara berkelanjutan;
2. Memperluas dukungan terhadap masyarakat dan komunitas adat di wilayah pra izin untuk percepatan proses rekognisi, pemetaan partisipatif, dan advokasi kebijakan di tingkat daerah;
3. Memperkuat koordinasi multipihak melalui POKJA Perhutanan Sosial agar menjadi ruang kolaboratif yang fungsional dalam perencanaan, monitoring, dan pengawasan kebijakan PS; serta
4. Mendorong tata kelola hutan yang lebih inklusif dengan memastikan keterlibatan aktif perempuan, pemuda, dan kelompok rentan dalam setiap tahapan pengelolaan.
Sasaran panggilan hibah ini tidak hanya memperluas cakupan pengakuan hak kelola masyarakat, tetapi juga memastikan transformasi tata kelola menuju model Perhutanan Sosial yang inklusif, adaptif terhadap perubahan iklim, dan berkeadilan ekologis, sejalan dengan misi konsorsium dalam memperkuat kapasitas masyarakat sipil dan memperluas ruang partisipasi publik dalam pengelolaan sumber daya alam.

    Hasil

    Melalui pelaksanaan panggilan hibah ini, diharapkan tercapai hasil-hasil berikut:

    1. Meningkatnya kapasitas dan peran organisasi masyarakat sipil (CSO) lokal dan daerah dalam memfasilitasi percepatan rekognisi dan implementasi Perhutanan Sosial secara efektif, transparan, dan partisipatif di tingkat tapak.
    2. Tumbuhnya kelembagaan pengelola PS (LPHD, LPHN, Gapoktan, KTH dan KUPS) yang lebih kuat, inklusif, dan mandiri, dengan kemampuan tata kelola internal yang baik, pengelolaan sumber daya hutan yang lestari, serta pengembangan usaha berbasis hasil hutan bukan kayu, ekowisata, dan agroforestri yang berkeadilan gender dan melibatkan generasi muda.
    3. POKJA Perhutanan Sosial di tingkat provinsi dan kabupaten berfungsi lebih optimal sebagai ruang koordinasi multipihak yang mampu mengintegrasikan perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring kebijakan PS secara lintas sektor, serta menjadi forum pembelajaran antarwilayah yang responsif terhadap isu keadilan sosial dan lingkungan.
    4. Meningkatnya keterlibatan perempuan, pemuda, dan kelompok rentan dalam seluruh tahapan pengelolaan hutan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi, melalui peningkatan kapasitas kepemimpinan, akses terhadap sumber daya, serta keterwakilan dalam lembaga pengelola dan forum multipihak.
    5. Meningkatnya jejaring pembelajaran dan solidaritas antar-CSO, komunitas, dan pemerintah daerah melalui forum pertukaran pengetahuan, praktik baik, dan inovasi kebijakan untuk memperkuat tata kelola Perhutanan Sosial yang inklusif dan adaptif terhadap perubahan iklim.

    Kegiatan yang didukung

    Kegiatan yang diajukan oleh calon penerima hibah harus berkontribusi langsung terhadap penguatan implementasi kebijakan Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi, Sumatera Barat dan Bengkulu, serta sejalan dengan prinsip inklusi sosial, kesetaraan gender, dan keberlanjutan lingkungan. Kegiatan dapat mencakup satu atau kombinasi dari tema-tema berikut:

    1. Mendorong perolehan kepastian hak pengelolaan hutan bagi Masyarakat adat dan komunitas local melalui skema izin perhutanan sosial.

    Wilayah prioritas : Seluruh kabupaten pada list wilayah intervensi di Provinsi Jambi dan Sumatera Barat

    1. Membangun kapasitas ekonomi, perlindungan areal, dan memperkuat penerapan praktik praktik baik azas-azas konservasi masyarakat adat dan masyarakat lokal yang hidup melalui pemegang izin perhutanan sosial.

    Wilayah prioritas :Mentawai, Pasaman Barat, Lebong, Rejang Lebong, Batanghari, Kerinci dan Bungo.

    1. Kegiatan upaya memperkuat koordinasi multipihak dan peran POKJA PPS di tingkat provinsi maupun kabupaten agar forum multipihak berfungsi efektif sebagai wadah kolaborasi lintas sektor yang memfasilitasi dukungan program dari para pemangku kepentingan kepada masyarakat dalam meningkatkan akses dan kapasitas pengelolaan hutan secara inklusif dan berkelanjutan.

    Wilayah prioritas kabupaten : Pasaman Barat, Sijunjung, Dharmasraya, Kepulauan Mentawai, Kerinci, Merangin, Bungo, Batanghari, Bengkulu Tengah, Lebong, Rejang Lebong, Bengkulu Selatan dan Kaur

    1. Peningkatan akses dan peran keterlibatan kaum perempuan dan pemuda dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan melalui Perhutanan Sosial

    Wilayah : Seluruh 19 kabupaten dalam tiga provinsi wilayah intervensi

      Kegiatan yang tidak bisa didukung melalui program Hibah

      Jenis kegiatan yang tidak didukung adalah kegiatan perorangan, kegiatan politik praktis, biaya menghadiri konferensi atau kursus dan menyelenggarakan kegiatan atau pengadaan yang tidak relevan dengan target proyek

      Biaya yang memenuhi syarat (eligible costs)

      Hanya biaya yang memenuhi syarat yang akan didukung oleh panggilan ini. Biaya yang memenuhi syarat harus:

      • Diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan proyek.
      • Layanan dan pasokan yang terkait langsung dengan proyek.
      • Wajar, dibenarkan, dan konsisten dengan prinsip pengelolaan keuangan yang baik.
      • Efektif dari segi biaya dan bernilai sesuai dengan uang yang dikeluarkan, terutama dicatat dalam catatan akuntansi dan ditentukan sesuai dengan standar akuntansi serta praktik akuntansi biaya yang berlaku.
      • Pengeluaran yang diproyeksikan terjadi selama masa proyek (biaya yang terjadi sebelum tanggal mulai resmi proyek atau setelah tanggal berakhir resmi proyek tidak memenuhi syarat).

      Kategori Biaya yang Memenuhi Syarat

      Biaya yang memenuhi syarat harus sesuai dengan kategori anggaran dan proporsi yang disarankan seperti yang ditunjukkan dalam tabel di bawah. Penyesuaian dari proporsi yang dianjurkan boleh dilakukan dengan masksimum 5% dari yang dianjurkan. Saat menyusun anggaran, upaya harus dilakukan untuk menjaga proporsi anggaran sesuai dengan yang diuraikan dalam table dan ini akan menjadi salah satu kriteria tinjauan keuangan untuk evaluasi:

      No Katagori Biaya Presentase yang dianjurkan
      1. Biaya personal (HR) 30 %
      2. Biaya peningkatan kapasitas Lembaga pengusul * 10 %
      3. Biaya Kegiatan (Travel, perdiem, akomodasi, pelatihan untuk komunitas dll) 52 %
      4. Biaya operasional kantor (sewa, Listrik, air, internet, dll) 8 %

      *Biaya peningkatan kapasitas lembaga pengusul harus masuk dalam perencanaan kegiatan dan anggaran. Kegiatan dapat berbentuk penguatan lembaga untuk menyusun dokumen kebijakan-kebijakan lembaga, memperkuat system keuangan dan lain-lain.

      Lembaga Mitra Pengusul

      • Dalam panggilan hibah kali ini kriteria lembaga mitra yang dapat mengajukan pendanaan hanya ditujukan kepada Organisasi Masyarakat Sipil – Civil Society Organizations (CSO) lokal berbadan hukum berbentuk Yayasan maupun Perkumpulan yang berdomisili di Provinsi Jambi, Sumatera Barat dan Bengkulu.
      • Bergerak dalam isu pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan, pemberdayaan measyarakat di dalam dan sekitar hutan, pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM), dan/atau CSO yang bergerak pada upaya dan inisiatif untuk melibatkan peran dan partisipasi aktif masyarakat adat dan komunitas lokal (IPLC), Kelompok Perempuan dan pemuda dalam menghadapi perubahan iklim, yang visi – misi serta tujuan organisasinya sejalan dengan tujuan kebijakan penyaluran dana hibah yang akan disalurkan.

      Batas Waktu Pengiriman Proposal  

      Penerimaan proposal dibuka dari tanggal 27 Oktober s.d 28 November 2025. KKI Warsi tidak akan memproses pengajuan proposal lembaga mitra yang mengirimkan lebih dari satu proposal pendanaan, proposal yang tidak sesuai dengan format dan panduan serta proposal yang dikirim melewati tenggat waktu yang ditetapkan.

      Anggaran

      Total pendanaan yang akan disalurkan pada panggilan hibah ini sebesar Rp. 1.500.000.000. Setiap lembaga mitra pengaju hanya dapat mengajukan pendanaan maksimal sebesar Rp.300.000.000.

      Tata Waktu

      Durasi proyek yang diusulkan adalah 12 (dua belas) bulan terhitung dari bulan 01 Januari 2026  s.d 31 Desember 2026.

      Timeline Penting

      Penerimaan Proposal : 27 Oktober 2025 – 28 November 2025
      Seleksi Proposal : 29 November – 12 Desember2025
      Pengumuman Hasil : 17 Desember 2025

      Wilayah Intervensi

      Wilayah prioritas : Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten kepulauan Mentawai, Kabupaten Lebong, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Merangin, Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Bungo.

      Cara Mengajukan Proposal Hibah

      Setiap skema atau jenis hibah yang disalurkan KKI Warsi kepada lembaga mitra sepenuhnya dilakukan melalui dashboard pengelolaan dan penyaluran dana hibah KKI Warsi yang dikelola oleh unit pengelola dana hibah KKI Warsi (Warsi Grant Management Unit – WGMU).

      Petunjuk Teknis dan Formulir

      Lembaga mitra dapat terlebih dahulu merancang dan menuliskan proposal yang ingin diajukan beserta anggarannya sesuai template yang tersedia dalam lampiran panduan ini lalu memasukannya ke dalam dasbhboard. Dokumen proposal lengkap juga harus dikirimkan sebagai lampiran melalui dashboard.

      Pendaftaran dan Upload Proposal

      Untuk dapat mengajukan pendanaan lembaga mitra terlebih dahulu  melakukan pendaftaran. lembaga mitra akan diberikan akses ke dashboard untuk mengajukan proposal.

      Pengumuman Hasil

      Proposal yang diajukan akan diseleksi oleh manajemen hibah KKI Warsi melibatkan eksternal reviewer. Adapun pengumuman proposal lembaga mitra terpilih akan diumumkan melalui situs ww.grantmanagement.warsi.or.id dan https://warsi.or.id/ serta plaform media sosial KKI Warsi. Lembaga mitra terpilih juga akan mendapatkan notifikasi pemberitahuan melalui dashboard dan email. Lembaga mitra terpilih kemudian akan dihubungi dan diverifikasi  secara langsung untuk proses penandatanganan kerjasama.

      Kontak Informasi

      Informasi lebih lanjut silahkan kunjungi situs :

      www.grantmanagement.warsi.or.id. atau hubungi kami di email : grantmanagement@warsi.or.id. WGM mempersilakan lembaga mitra untuk melakukan tanya jawab khusus seputar Tata Cara Penggunaan Dashboard untuk memudahkan lembaga mitra dalam proses pengajuan proposal melalui dashboard dengan menghubungi admin kami di nomor telepon : 082382374912 (WA Only)